Remaja, Apa Yang Kau Cari?


Oleh: Rahmi Andri Wijonarko*

Membaca sebuah berita berjudul Pelacur Remaja Menggurita seakan memperlihatkan realitas kemunduran akhlak remaja kita. Penulis kutipkan:

Sekurangnya 18 siswi sebuah SMP negeri di Kecamatan Tambora, Jakarta Barat (Jakbar), memilih sebagai pekerja seks komersial (PSK). Tergiur memperoleh uang lebih banyak ketimbang yang diberikan orangtua, remaja-remaja berusia 16 tahun itu pun memutuskan menjual diri.

“Apa yang kau cari wahai para remaja?” begitu terbersit dalam benak. Saya yang setiap hari berada di antara remaja-remaja ini semakin tersadar harus berhadapan dengan suatu perilaku aneh baru. Bagaimana bisa anak-anak yang terlahir dari orang tuanya dalam fitrah kesucian menjadi sedemikian jauh berubah di jaman seperti ini?

Mengacu kepada hadits-hadits Rasulullah Saw:

Tiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah Islami). Ayah dan ibunyalah kelak yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi (penyembah api dan berhala). (HR. Bukhari)

dan

Seorang datang kepada Nabi Saw dan bertanya, “Ya Rasulullah, apa hak anakku ini?” Nabi Saw menjawab, “Memberinya nama yang baik, mendidik adab yang baik, dan memberinya kedudukan yang baik (dalam hatimu).” (HR. Aththusi).

dihadapkan pada berita di atas, maka saya melihat bahwa peran ‘orang tua’ yang menjadi penyebab semua fenomena tersebut. ‘Orang tua’ di sini seandainya dibatasi hanya pada orang tua biologis, maka para guru di sekolah bisa berlepas tangan. Namun, bagaimana jika ‘orang tua’ yang dimaksud itu termasuk para guru di sekolah atau siapapun yang dititipi orang tua biologis si anak? Sebuah otokritik  bagi sistem keluarga dan sistem sekolah:

Sejauh mana ‘orang tua’ telah memberikan hak anak seperti yang diperintahkan Rasulullah tersebut?

Tentunya pihak sekolah dan pihak orang tua/wali anak tidak mau begitu saja menerima kalau kesalahan ditimpakan pada mereka. Dalam sebuah forum kelas di SPiLuqkim, ada orang tua menyampaikan perlunya mewaspadai twilight zone, yaitu zona antara sekolah dan rumah yang tak terpantau oleh guru dan orang tua atau orang dewasa yang bertanggung jawab. Sekolah model full-day yang sejak pagi hingga sore memberikan para remaja ini kegiatan dan aktivitas positif  memang diharapkan bisa memperkecil wilayah twilight zone ini. Sejauh mana model full-day school ini signifikan terhadap penurunan aktivitas negatif remaja masih perlu penelitian yang valid. Namun, dari pemantauan kami selaku pengasuh, selagi ada komunikasi yang benar, akurat, dan lengkap (BAL) antara pihak sekolah dan  rumah, benar-benar perilaku remaja ini bahkan sangat positif. Masing-masing bisa terbuka dan tahu akan kemana melangkahkan atau mengarahkan anak remaja ini.

Ungkapan DR. Bagus Takwin, Psikolog dari Universitas Indonesia,

Remaja belum mampu menentukan secara memadai apa yang sebaiknya ia lakukan. Jadi, apa yang dilakukannya besar kemungkinan belum mantap dan tidak didasari oleh pertimbangan yang matang.

menunjukkan bahwa remaja masih perlu diarahkan. Seandainya sekolah dan rumah gagal mengarahkan, maka kepengarahan akan diambil alih oleh oknum-oknum di twilight zone. Siapa saja mereka, yang lebih diakrabi remaja kita ini? Banyak! Diantaranya:  teman bergaul yang bisa mereka peroleh di jalan, lewat media hubungan sosial (chatroom, friendster, facebook, dll.), handphone, radio, bahkan TV. Cukup beralasan seandainya ada pembatasan terhadap penggunaan media-media tersebut, walaupun kita tahu ponsel, komputer, dan kendaraan bermotor hanyalah alat. Dan yang lebih penting sebenarnya adalah menyadarkan para remaja ini akan fungsi dari alat-alat itu yang sesungguhnya. Banyak kasus yang terjadi adalah penyalahgunaan. Dengan menggenggam ponsel berfitur multimedia dan komputer remaja kita sebenarnya sudah over connected. Mereka bisa dihubungi dengan berbagai macam cara yang tak bakal ketahuan dengan mudah.
Z U L V A . com - graphics and comment - friendster layout
Val’s day is False day
Sepele

Apa yang dicari tidak lebih dari sekedar pemuasan hawa nafsu: kesenangan perut, kemudahan fasilitas, kenikmatan yang sementara saja, kebebasan berbuat, kasih sayang palsu, pembalasan dendam, perolehan hasil yang instan tapi banyak, prestasi yang semakin menjijikkan tapi justru dibanggakan, keberanian yang salah kondisi, popularitas semu, dan gaya hidup yang menipu.

Benarkah itu yang dicari?

Anak bisa saja mengelabui orang tua dan guru. Namun, apakah itu merupakan keunggulan remaja yang diinginkan?

No!

Nak, orang tua dan guru amat sangat mudah untuk dikelabui. Tetapi Allah Swt Yang Maha Melihat, dan para malaikat-Nya pasti terus merekam setiap peristiwa demi peristiwa. Akankah dapat kalian kelabui???

Rupanya hanya iman yang berada dalam sanubari yang dapat  menjadi benteng kokoh terhadap masuknya tipuan setan. Saat para remaja ini sudah luntur keimanannya, maka gaya hidup akan mudah membawa dan membuainya sehingga melupakan bahwa dirinya punya martabat sebagai manusia.

Oleh karena itu tepatlah kalau kita kembali kepada pembinaan dan penguatan keimanan pada diri remaja itu sebagai solusi paling jitu. Allah Swt yang tidak mengingkari janji-Nya, sungguh Dia telah banyak memberikan pertolongan kepada orang-orang yang beriman. Kata taqwa dalam Islam jelas merupakan indikator bahwa seorang yang telah beriman akan selalu berada pada jalan yang lurus dengan bimbingan-Nya. Ketakutan melakukan pelanggaran, bersegera bertobat, dan senantiasa berbuat kebajikan menjadi ciri khas generasi taqwa ini. Sungguh masa depan akan lebih baik bila para remaja  terbina  menjadi muttaqin. Di sekolah dengan basis tauhid ini (SPiLuqkim), insya Allah, selalu konsisten dengan tujuannya, membina para siswi menjadi generasi taqwa, seorang muslimah yang hakiki.

Masih belum ada perubahan? Tidak perlu putus asa! Yakinlah bahwa proses penguatan iman dan menyeru remaja dan pihak terkait dengan ajakan berislam, insya Allah akan menunjukkan hasilnya sebagai bukti benarnya janji-janji Allah. Cukuplah berita yang memprihatinkan tersebut sampai di situ, dan kita mohon anak-anak remaja kita dijauhkan dari hal-hal seperti itu.

Wahai remaja beriman dan bertaqwalah kepada Allah!

wa Allahu al-musta’an…

* Penulis adalah Koordinator Bidang Kesiswaan di SMP Putri Luqman Al Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya.

1 thoughts on “Remaja, Apa Yang Kau Cari?

  1. Doddy Winarto berkata:

    Assalamu’alaikum wr. wb.,
    Terima kasih pak Andri, tulisan anda sangat mengena dan fokus kpd permasalahan yang akhir2 ini menggejala di putri2 kita ini, saya juga memperhatikan perkembangan mereka pada usia2nya, pubertas, emosional, ingin diperhatikan atau bahkan mencari bentuk aktualisasi diri. kondisi ini perlu kita sikapi dengan bijak dan arif karena putri2 kita ini dalam istilah saya ‘explosive’ jadi perlu penanganan yg intens oleh karena itu komunikasi dan kerjasama antara ortu dan guru perlu semakin ‘mesra’. Saya punya ide bagaimana anak2 ini diberi ‘isian’ pada waktu2 jeda mereka tentunya dengan tema2 yang populis agar ada ketertarikan dan motivasi di dalamnya, misal latihan menyanyi, belajar akting, memainkan drama tentang kisah2 Rasulullah, KIR dan lain sebagainya, ikutkan lomba2 yang terukur prestasinya, sehingga ada ‘kebanggaan’ dan akan dikenang sepanjang hidup anak2 kita. Terimakasih. Bravo SPiLuqkim.

    Wassalam,
    Doddy Winarto

    Terima kasih atas tanggapan dan kesetiaannya untuk terus memantau blog kami. Wadah2 aktualisasi diri untuk siswi memang sedapat mungkin kami upayakan. Tentu dengan pertimbangan banyak hal termasuk jati diri kita sebagai sekolah pesantren. Sebagai orang tua dan guru kita memang terus dipacu untuk memenangkan pengaruh atas diri putri kita. Musuh kita adalah pengaruh2 negatif dari lingkungan yang tdk sesuai dengan keyakinan dan nilai Islam yang kita anut. Namun, kita tetap optimis, ikhtiar, dan tawakal kepada Allah Swt.

Tinggalkan Balasan ke Doddy Winarto Batalkan balasan