Penerapan UbD, Gurunya Dulu yang Harus Berubah


Oleh: Ust. Novrian (Physics)

SPiLuqkim’s Mathematics & Sciences Development Team

Catatan singkat dari supervisi PBM dan Pelatihan UbD (Understanding by Design) oleh Ustd. Ery Soekresno, Psi. (konsultan Pendidikan Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya) pada tanggal 11 – 14 Maret 2009.

Saya teringat kembali dengan kenangan masa-masa kuliah. Saat itu saya bertugas sebagai asisten di Laboratorium Fisika Dasar FMIPA ITS yang melaksanakan praktikum Fisika Dasar untuk semua jurusan di ITS yang ada mata kuliah tersebut. Nah, kondisi riil para praktikan yang selalu saya temui adalah mereka tidak siap untuk praktikum. Indikasinya yaitu:

  1. mereka mengerjakan tugas pendahuluan dengan cara menyalin jawaban temannya (mbacem), bahkan karena modul praktikum sudah bertahun-tahun tidak direvisi, kunci jawabannya sudah beredar luas dan turun-temurun
  2. mereka belum mempelajari modul praktikum sebelumnya, bahkan hanya sekedar untuk membaca judulnya praktikumnya saja

Hal itu masih diperparah dengan misconception terhadap konsep-konsep Fisika Dasar yang mereka bawa dari SMA-nya.

Lewat pengalaman itu saya menyimpulkan, jika saya ngoyo menerangkan semua materi praktikum, biarpun sampai kering mulut dan putus urat leher saya, mereka tetap tidak akan mudheng, apalagi mengingat dengan yang sudah saya ‘ajarkan’. Lagipula saya kan bukan dosen dan belum tentu lebih pintar daripada para praktikan.

Lalu saya menyusun strategi untuk menerangkan materi tidak dengan ceramah dan nyerocos, akan tetapi lewat berbagai pertanyaan. Untuk membahas sebuah konsep materi Fisika, saya kumpulkan dahulu kata-kata kunci, istilah-istilah penting, dan hal-hal yang harus mereka kuasai. Kemudian saya susun materi tersebut secara sistematis, katakanlah jika ditulis bisa dapat satu halaman folio. Selanjutnya, saya ubah semua kalimat berita menjadi kalimat-kalimat tanya.

Daftar pertanyaan itulah yang saya ajukan kepada mereka saat asistensi. Jadi, alih-alih menerangkan materinya, saya justru memberondong mereka dengan pertanyaan-pertanyaan. Memang, praktikan yang baru pertama kali praktikum dengan saya kerap protes, “Mas, kita disini ini minta diajari. Kok malah ditanya-tanyain terus?!” Kalau sudah begini saya cuma tersenyum saja, “Nanti juga kamu paham sendiri. Yang penting kalian percaya pada saya serta ikhlas dan sungguh-sungguh mengikuti alur yang sudah saya atur.” Nah, mahasiswa yang kali kedua atau ketiga praktikum dengan saya biasanya langsung nyelethuk, “Siap-siap deh dibantai.” 😀

Nah, jika jawaban-jawaban dari pertanyaan itu dikumpulkan, ibarat potongan-potongan puzzle, para praktikan (asal tidak malas berpikir) pasti dapat menyusun konsep materi yang sedang dibahas. Cara ini saya amati lebih efektif karena pemahaman konsep dibangun sendiri oleh sang praktikan (dengan bimbingan saya sebagai asisten) melalui proses berpikir secara aktif.

Bertahun-tahun kemudian, tak dinyana saya bekerja sebagai seorang guru, tak disangka pula (kecuali hanya ALLAH yang tahu) saya dibimbing oleh Ustd. Ery Soekresno selaku konsultan di lembaga ini.

Konsep Understanding by Design (UbD) yang beliau bawa dan ajarkan kepada kami ternyata benar-benar familier buat saya. Selain pembawaan dan gaya beliau yang (bagi saya) “Gue banget”. Ternyata tanpa disadari (tentu dengan bimbingan dari ALLAH) saya sudah menemukan dan mempraktikkan UbD ala saya sendiri sejak menjadi asisten di Lab. Fisika Dasar dulu.

UbD menitikberatkan kepada membangun pemahaman siswa terhadap suatu konsep ilmu/materi melalui proses berpikir aktif yang dijalani oleh siswa itu sendiri. Sedangkan guru benar-benar berperan sebagai fasilitator, mediator, dan motivator (kalau perlu jadi provokator, tapi yang baik-baik dong) dalam sebuah proses pembelajaran. Paradigma yang dianut UbD adalah:

siswa harus dipandang sebagai tambang permata dari potensi-potensi diri yang positif dan tugas guru adalah menggali tambang itu untuk memunculkan permata-permata potensi diri siswanya.

Nah, pertanyaan berikutnya adalah:
Konsep apa yang hendak kita ajarkan kepada siswa?
Apakah konsep itu berguna bagi siswa kita?

Mari kita bahas satu per satu…

Konsep apa yang hendak kita ajarkan kepada siswa?

Sudah terlalu banyak cercaan yang ditujukan kepada dunia pendidikan. Berkaitan dengan konten materi yang diajarkan kadang dinilai terlalu tinggi. Misalnya, materi-materi Matematika SMA sesungguhnya sudah se-level dengan Kalkulus di perguruan tinggi. Demikian pula dengan materi Fisika SMA yang sudah selevel dengan Fisika Dasar, bahkan sudah menyenggol Fisika Moderen. Saking tingginya, pernah ada yang berujar, jangan-jangan semua siswa di Indonesia ini mau diarahkan untuk ikut olimpiade sains?!

Ironisnya, di sisi lain, materi-materi yang dianggap sebagai basic life skill malah tidak diasah. Misalnya: keterampilan membaca efektif, menulis cepat, berhitung dasar, menghafal, mengamati, berkomunikasi positif, mempresentasikan diri, dsb. Terlebih lagi masalah attitude (misalnya: tata krama) sama sekali tidak tersentuh oleh kurikulum yang terlalu berat konten ini.

Dalam UbD terdapat empat aspek: ide besar (big ideas), pertanyaan inti (essential questions), pemahaman bermakna (enduring understandings), dan keterampilan (skills). Jadi, jika kita beranggapan bahwa kurikulum Diknas terlalu tinggi (hingga susah untuk diajarkan apalagi diterapkan), acapkali kering dari nilai-nilai Islam yang luhur, ataupun pun kosong dari keterampilan yang dapat dikuasai siswa, maka dengan konsep UbD kita dapat memilih dan memperkaya kurikulum yang akan diajarkan kepada siswa.

Nah, ini kan berarti sebuah peluang emas bagi lembaga pendidikan seperti Sekolah Integral Luqman Al Hakim ini. Dengan delapan profil lulusan (lihat halaman Tentang Kami) seperti yang telah digariskan, tentu pilihan yang diambil harus jatuh kepada materi-materi yang dapat:

  1. membangun karakter siswa menjadi seorang muslim/muslimah yang berintegritas
  2. memperkaya siswa dengan keterampilan agar siap hidup menghadapi tantangan di masa depan kelak.

Coba jawab dengan jujur: adakah lembaga pendidikan yang mengajarkan dua hal tersebut? Bagaimana dengan (lembaga) kita sendiri???

Apakah konsep itu berguna bagi siswa kita?

Satu pertanyaan yang selalu muncul dalam UbD dan menusuk tepat hingga ke jantung:

setelah mempelajari konsep ini, apa manfaatnya buat kehidupan siswa?

Boro-boro peduli dengan kemanfaatan ilmu yang diajarkan, masih ada kan guru yang muridnya kabur dari kelas tapi dia tidak tahu?! Ada lagi guru yang tidak peduli apakah siswanya ‘hadir’ di kelasnya atau tidak. Maksudnya, memang jasad sang siswa ada di bangkunya, tapi pikiran dan nyawanya melayang entah kemana. Jadi kebanyakan dari kita para guru ini masih bermental kondektur, alias kejar setoran hingga materi penghabisan.

Di dalam UbD guru dituntut untuk mengarahkan siswa kepada pemahaman konsep yang berkelanjutan yang bisa ia manfaatkan hingga ke tingkat yang lebih tinggi. Untuk menguji pemahaman tersebut diperlukan bermacam rupa alat ukur penilaian yang harus dapat mengoptimalkan berbagai potensi siswa. Sebut saja membuat laporan (atau poster) dan mempresentasikannya. Dengan kata lain, sesungguhnya guru (yang berbasis UbD) dituntut untuk kreatif merancang sebuah skenario pembelajaran.

Jika proses tersebut benar-benar dijalani, bisa Anda bayangkan, begitu kaya konsep yang bisa dipahami dan hal-hal yang harus dilakukan oleh siswa untuk menyusun laporan hingga siap mempresentasikannya. Tentu akan ada banyak sekali aspek kecerdasan yang terlibat. Begitu banyak skill yang harus dilatihkan karena kebutuhan, bukan karena dijejalkan gurunya yang mengejar setoran materi. Bahkan banyak hal positif yang tak terduga akan bermunculan sebagai hikmah dari upaya pembelajaran yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Sebagai contoh, semester lalu salah seorang siswi SPiLuqkim harus belajar cara memasang DVD-ROM hingga menginstal software untuk mengerjakan laporan di komputer miliknya. Untuk bisa memasang DVD-ROM, dia harus tahu cara membuka cassing. Untuk bisa membuka cassing dia harus bisa mengenali baut/mur pengencang cassing dan memilih alat yang tepat untuk membukanya. Setelah cassing terbuka, dia harus tahu yang namanya drive bay, kabel power, kabel data ATA 66, socket primary/secondary IDE, setting jumper untuk master/slave, dan lain sebagainya.

Padahal, tidak ada kan kurikulum “PC Hardware Assembling and Maintenance” dalam KTSP tingkat SMP??? Lagipula, mau dimasukin ke mata pelajaran mana segala tetek bengek yang dipelajari siswi itu?! Itu semua muncul (cuma) karena dia termotivasi untuk mengerjakan laporan dengan sebaik-baiknya.

Cerita akan jadi lain jika prosesnya dibalik. Siswi diajari tentang merakit komputer, bla…bla…bla… Tanpa pernah paham manfaat buat dirinya. Padahal, kita maklum berapa banyak sih perempuan yang mau direpotin dengan pekerjaan mekanikal-elektrikal seperti itu?! Belum lagi resiko rusak atau kesetrum. Jadi, skill tersebut dipelajari karena sang siswi sendiri yang merasa butuh dan mencari tahu.

Memang, seringkali terlampau sulit untuk memberikan pemahaman tentang kemanfaatan sebuah ilmu/materi atau konsep. Jika ditanya, apa manfaat puasa? Barangkali sebagai guru kita bisa dengan mudah membuat siswa menjawab (dengan membebek), “Puasa ramadhan adalah perintah ALLAH yang wajib dikerjakan dan sebagian dari rukun Islam. Jika dikerjakan kita mendapat pahala, jika ditinggalkan kta berdosa. Dengan berpuasa kita bisa merasakan penderitaan kaum fakir miskin.” Tapi apakah kita yakin jawaban itu sudah cukup mengindikasikan bahwa sang siswa telah memahami tentang hakikat ‘puasa’. Lalu, kalau sudah merasakan lapar seperti kaum fakir miskin, so what???

Kita sendiri bahkan baru benar-benar memahami sebuah ilmu/materi atau konsep setelah ditempa oleh pasang dan surutnya dinamika kehidupan. Karena itu, perlu juga ditumbuhkan sikap positif dalam diri siswa seperti ini:

Mungkin sekarang saya belum tahu manfaat ilmu/materi ini, tapi saya yakin suatu saat pasti akan berguna, karena ALLAH tidak menciptakan segala sesuatu dengan sia-sia, setidaknya dengan mempelajari ilmu/materi ini saya dapat melatih keterampilan berpikir saya…

Sebagai penutup…
Konsep UbD hanya akan berguna jika guru dan lembaga pendidikan telah memiliki paradigma yang baru. Semua pihak harus sepakat dan memiliki kesadaran bahwa proses pendidikan adalah proses membangun karakter dan membekali peserta didik dengan keterampilan yang berguna. Sekolah, guru, dan ortu/wali tidak boleh lagi hanya berfokus dan sibuk dengan tetek bengek urusan akreditasi, sertifikasi, dan UAN.

Guru yang masih sibuk kejar setoran, baik setoran materi pelajaran maupun setoran materi ‘fulus’, dijamin tidak akan pernah sanggup melaksanakan konsep UbD. Karenanya ia tidak akan sanggup mengisi waktu hidup sang siswa dengan ‘pelajaran hidup’ yang berkualitas.

So, mau pake UbD? Berubah dulu dong

Understanding by Design (UbD)  bukan barang baru di luar negeri. Karena itu banyak sekali resources yang membahas UbD ini. Tapi harap maklum, teksnya berbahasa Inggris. Apakah ini menjadi hambatan bagi guru-guru Indonesia? Buktikan sendiri ya… Mau berubah, gak???

  1. UbD Resources
  2. Authentic Education
  3. Understanding by Design Exchange by ASCD
  4. atau Anda bisa googling dengan mengetikkan keyword yang berkaitan, happy hunting!

4 thoughts on “Penerapan UbD, Gurunya Dulu yang Harus Berubah

  1. Pak Ugik berkata:

    What an AMAZING article! Only few teachers think deeply about this. Keep becoming the agent of change. ALLAH is always with you.

    congratulation! We are connected. Thanks to SMART modem…

  2. abi ENHA berkata:

    Subhanallaah, hanya dengan tangan ALLAH lah saya dipertemukan dengan beberapa ustad/ustadzah yang benar2 menyadari fungsi dan perannya di dalam membangun peradaban baru. Teruslah berkarya, tidak ada satupun kesia-siaan dalam perjuangan. Dan GURU adalah pilar perubahan menuju peradaban ilahiyyah yg dicita-citakan.

    Terima kasih. BTW, semoga Allah memberikan kesehatan kepada abi ENHA sekeluarga.

  3. Ibad berkata:

    Berubah dulu dong….
    Ya kata itu yang tidak bisa di tawar. Sebagai guru fungsi manfaat ilmu yang dirasakan siswa itulah yang selama ini jarang kita perhatikan sebagai guru
    ……

    mari kita kampanyekan pendidikan yang bermakna untuk masa depan

  4. S Agung W berkata:

    Alhamdulillah…UBD sampai ke Hidayatullah.
    Salam buat Bu Ery kalau datang ke sana lagi…

    Insya ALLAH, dlm minggu2 ini beliau akan kembali melatih guru2 Hidayatullah Surabaya. Salam Anda akan kami sampaikan kpd beliau.
    Btw, boleh dong bagi2 ilmunya ttg UbD ini. Karena kami sendiri msh kesulitan terutama menentukan pertanyaan inti dan pemahaman bermakna, serta memilah antara konsep dan informasi dari kurikulum KTSP yg kita gunakan skrng ini…

Tinggalkan komentar